Rabu, 21 Desember 2011

Beberapa Cendekiawan Muslim Teladan

Al Kashi, matematikawan kawakan dan maestro Astronomi pertama yang memperkenalkan pecahan desimal

Nama lengkapnya adalah Ghiyal Al Din Jamshid bin Mas'ud bin Muhammad Al Kashi. Ia adalah ahli matematika, terutama kalkulus.
Satu-satunya teks pertama yang menyangkut pengenalan tentang pecahan-pecahan decimal ( kusur a’shariyya) hanya ada dalam “Al-Fawahid Al-Bahiya Fil Kawahid Al-Hisabiyya yang masyhur pula sebagai “makalat jamshid” (naskah-naskah Tunis 169, 1039) karya Al-Kashi.
Salah satu prestasi gemilang al Kashi adalah ia berhasil menetapkan dasar kunci aritmatika dengan bantuan garis hitung, yang merupakan penemuan penting dalam ilmu matematika dalam ilmu matematika modern. Prestasi lainnya adalah ia bisa menunjukkan cara mencabut akar berpangkat yang terkenal dengan sebutan RAFFINI HORNER dan menghitung segitiga pascal.
AL ASAS adalah salah satu buku karya al Kashi yang menjelaskan cara menentukan garis hitung (slide rule).
Al Kashi juga memebuat sebuah tulisan pendek tenyang pengenalan pecahan decimal yang kemudian menjadi tulisan pertama yang membahas masalah tersebut. Tulisan pendek al Kashi yang berjudul KUSUSR A'SHARIYA TERMUAT DALAM AL FAWAHID AL BAHIYA FI AL HISABIYYA.
Al Kashi adalah seorang ilmuwan cerdas yang mampu menunjukkan kaidah hukum yng tepat untuk menyelesaikan suatu system, membuat sejumlah table bantu untuk berbagai perhitungan, membahas tuntas trigonometri dan aljabar.
Al Kashi meninggal dunia pada tanggal 22 Januari 1429.

Al Karaji, Metematikus Garda Depan Yang Menulis Tentang Teori Pencabutan Akar Dan Kalkulus Mental

Lahir dengan nama lengkap Abu Bakr Muhammad bin al Hasan al Karaji. Karyanya yang terkenal diantaranya adalah AL FAKHRI, AL KUFI dan AL BADI. Dalam ketiga bukunya tersebut, al Karaji mencoba memisahkan aljabar dari perwalian (TUTELAGE) geometri.
Dalam AL FAKHRI fi AL JABR wa'l MUQABAL, al Karaji memaparkan analisanya tentang pangkat berulang (successive powers) dari sebuah binomial.
Dalam AL BADI fi AL HISAB, analisa tersebut lebih dikembangkannya lagi. Pada akhirnya, ia membuat sejumlah kesimpulan penting melalui penemuan turunan koefisien (a-b) dengan memakai sebuah segitiga. Kini segitiga itu dikenal dengan nama SEGITIGA PASCAL (Tartagliq). Dalam AL BADI fi AL HISAB, al Karaji juga mengembangkan titik tertentu yang dijabarkan oleh Euclides dan Vicomachus, serta memberiakn tempat istimewa pada operasi-operasi aljabar. Untuk pertama kalinya, la Karaji menguaraikan teori PENCABUTAN AKAR KUADRAT dari sebuah binomial suatu bilangan yang tidak diketahui dengan amat rinci. Ia membahas penyelesaian system persamaan X+5 dan X2+5. Selain itu ia juga membahas tentang penyelesaian dari persamaan X2+Y dan Y2+X yang dapat dijumpai dalam buku kedua Diophantes.
Selain berisi pembahasan system persamaan, al BADI juga membahas penggunaan sejumlah fungsi aritmatika, aljabar dan geometri. Al Karaji menyususn buku ini berdasarkan sisem kalkulus mental yang disebut AL HAWA"I atau aerjal.
Al Karaji wafat pada tahun 1019M.
Al Kalasadi, Dewa” Matematika, pencipta notasi-notasi Pecahan
Nama lengkap al Kalasadi adalah Abu Hasan Ali Muhammad bin al Kurashi al Bashsri. Dilahirkan di Basta, sebuah kota di Spanyol, pada abad XV.
Al Kalasadi adalah orang yang pertama yang menggunakan symbol-simbol yang kini digunakan dalam penulisan persamaan notasi pecahan. Sebagaimana diketahui, salah satu unsur penting dalam matematika (khususnya adalah pecahan fractions).

Seorang ilmuwan bernama al Bana mendefinisikan sebagai pertautan antara dua bilangan ang menunjukkan satu atau beberapa bagian. Hubungan antara bagian dan bilangan itu kemudian menghasilkan nama yang disebut pecahan. Pembilangnya disebut BAST dan penyebutnya disebut IMAM.
SEbagai pengembangan hal itu, maka al Kalasadi meletakkan pembilang diatas penyebut dan memisahkan keduanya dengan sebuah garis horizontal. Alasannya karena notasi pecahan adalah sesuatu yang masih baru pada masa itu maka untuk menjelaskan pecahan, la Kalasadi menggunan istilah ALA MASIHI (tempatkan diatasnya) dan MAFAWK AL KHATT ( yang ada diatas garis).


Para ahli matematika Arab kemudian membedakan pecahan dalam lima jenis yaitu:
  1. pecahan biasa atau tunggal atau MUFRAD
  2. pecahan pertalian atau MUNTASBIH
  3. pecahan disjungsi (yang tidak memiliki penyebut sama) atau MUKHTALIF
  4. pecahan yang msih dapat dibagi lagi atau MUBAH"AD
  5. pecahan terkecuali yang dipisahkan dengan tanda minus atau MUSTALUA"

Kelima pecahan diatas dikaji lebih mendalam oleh al Kalasadi. Al Kalasdi wafat paa tanggal 1 Desember 1486 di Ifrikiya, Bedja.

Sumber
Cendekiawan Muslim karya M. Natsir Arsyad

Selasa, 20 Desember 2011

Surat Cinta Untuk MAMA

Di Tanya tentang makna hari ibu sempat membuangku ragu menjawabnya. Tak begitu tau tentang sejarah hari itu. Tak ingin banyak komentar akhirnya ku searching di internet dan kudapatlah sejarah mengapa 22 desember ditetapkan sebagai hari ibu.

Sejarah singkat hari ibu

Gema Sumpah Pemuda dan aluna lagu Indonesia Raya yang pada tanggal 28 Oktober 1928 digelorakan dalam Kongres Pemuda Indonesia, menggugah semangat para pimpinan perkumpulan kaum perempuan untuk mempersatukan diri dalam satu kesatuan wadah mandiri. Pada saat itu sebagian besar perkumpulan masih merupakan bagian dari organisasi pemuda pejuang pergerakan bangsa.

Selanjutnya atas prakarsa para perempuan pejuan pergerakan kemerdekaan pada tanggal 22-25 Desember 1928 diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia yang pertama kali di Yogyakarta. Salah satu keputusannya adalah dibentuknya satu organisasi federasi yang madniri dengan nama ”Perikatan Perkoempoelan Perempuan Indonesia” (PPPI). Melalui PPII tersebut terjalinlah kesatuan semangat jang kaum perempuan untuk secara bersama-sama kaum lelaki berjuang meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka dan berjuang bersama-sama kaum perempuan untuk meningkatkan harkat dan martabat perempuan Indonesia menjadi perempuan yang maju.

Pada tahun 1929 PPPI berganti nama menjadi ”Perikatan Perkoempoelan Istri Indonesia” (PPII).

Pada tahun 1935 diadakan Kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta. Kongres tersebut disamping berhasil membentuk Badan Kongres Perempuan Indonesia juga menetapkan fungsi utama Perempuan Indonesia sebagai IBU BANGSA yang berkewajiban menumbuhkan dan mendidik generasi baru yang lebih menyadari dan lebih tebal rasa kebangsaannya.

Pada saat Kongres Perempuan Indonesia III yang diadakan di Bandung pada tahun 1938 ditetapkan bahwa tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 19599 tentang Hari-hari Nasional yang bukan Hari Libur tertanggal 16 Desember 1959 mengukuhkan tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu yang merupakan Hari Nasional dan bukan hari libur.

Pada tahun 1946 Badan Kongres Perempuan Indonesia berubah menjadi Kongres Wanita Indonesia yang disingkat KOWANI yang terus berkiprah sesuai aspirasi dan tuntutan zaman.

Peristiwa besar yang terjadi pada tanggal 22 Desember tersbeut kemudian dijadikan tonggak sejarah bagi Kesatuan Pergerakan Perempuan Indonesia. Hari Ibu oleh bangsa Indonesiadiperingati tidak hanya untuk menghargai jasa-jasa perempuan sebagai seorang ibu, tetapi juga perempuan secara menyeluruh baik sebagai ibu dan istri maupun warga negara, warga masyarakat dan sebagai abdi Tuhan Yang Maha Esa, serta sebagai pejuang dalam merebut, menegakkan dan mengisi kemerdekaan dalam pembangunan nasional.

Peringatan Hari Ibu dimaksudkan untuk senantiasa mengingatkan seluruh rakyat Indonesia terutama generasi muda akan makna Hari Ibu sebagai ”hari kebangkitan serta persatuan dan kesatuan perjuangan kaum perempuan yang tidak terpisahkan dari kebnagkitan perjuangan bangsa”. Untuk itu perlu diwarisi api semangat juang guna senantiasa mempertebal tekad untuk melanjutkan perjuangan nasional menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Semangat perjuangan kaum perempuan Indonesia tersebut yang tercermin dalam lambang Hari Ibu berupa setangkai bunga melati dengan kuntumnya yang menggambarkan:
1.      Kasih sayang kondrati antara ibu dan anak
2.      Kekuatan, kesucian antara ibu dan pengorbanan anak
3.      Kesadaran  wanita untuk menggalang kesatuan dan persatuan, keikhlasan bakti dalam pembangunan bangsa dan negara.
Adapun semboyan pada lambang Hari Ibu ”Merdeka Melaksanakan Dharma” mengandung makna bahwa tercapainya persamaan kedudukan, hak, kewajiban dan kesempatan antara kaum permepuan dan kaum laki-laki merupakan kemitrasejajaran yang perlu diwujudkan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi keutuhan, kemajuan dan kedamaian bagi bangsa Indonesia.

Pada Kongres di Bandung tahun 1952 diusulkan dibuat sebuah monumen, setahun berikutnya diletakkan batu pertama oleh Ibu Sukanto (ketua Kongres I) untuk pembangunan Balai Srikandi dan diresmikan oleh menteri Maria Ulfah tahun 1956. Akhirnya pada tahun 1983 Presiden Soeharto meresmikan keseluruhan kompleks monumen menjadi Mandala Bhakti Wanitatama di Jl. Laksda Adisucipto, Yogyakarta.


Komplek Mandala Bhakti Wanitatama Yogyakarta
dwottawa.files.wordpress.com/2008/01/sejarah-hari-ibu.doc

Luar biasa perjuangan para wanita kala itu, memang patut untuk diberi penghargaan dan penghargaan tertinggi itu adalah ditetapkannya 22 desember sebagai hari ibu.
Tetapi jika hari ibu itu kita peringati untuk mengenang jasa-jasa ibu, semestinya setiap hari adalah hari ibu. Mungkin lebih tepatnya, hari ibu adalah moment yang tepat untuk  memanjakan ibu seperti dia memanjakan kita selama ini.
Aku mungkin tak bisa mengucapkan Selamat Hari Ibu untuk wanita yang begitu berjasa dalam hidupku. Aku mungkin tak bisa meraih tangannya untuk ku cium atau memeluk hangat tubuhnya. Pada moment hari ibu kali ini, ku titipkan do’a dengan segenap cinta untuk mamaku terkasih yang telah tenang di sisinya
Mama adalah makhluk Tuhan paling indah yang pernah ku temui
Mama adalah wujud malaikat pelindungku dengan kelembutannya
Mama adalah bidadari yang selalu ada disampingku
Mama adalah inspirasiku yang membuatku merasa sempurna
Mama adalah mata air di lahan hatiku yang gersang
Mama adalah tetesan embun yang selalu menyejukkanku ketika ku terbangun
Mama adalah pelangi yang selalu menghibur seusai sedihku
Mama adalah sumber kekuatan
Mama adalah sumber kasih sayang
Mama adalah segalanya
Dan mama takkan pernah terganti

Aku tak tau, Tuhan menciptakan pelukanmu itu dari apa. Hingga bila aku merasakannya, segalanya menjadi tenang dan tentram. Segala rasa sakit terobati.
Sayang, Tuhan terlalu sebentar meminjamkan ragamu untuk menjagaku
Begitu maut memisahkan kita untuk selamanya, aku hanya melihatmu seperti tidur dengan pulasnya.
Namun ketika ku kecup keningmu untuk yang terakhir sebelum kafan menutup indahnya wajah yang selalu menguatkanku, aku baru tersadar, aku takkan lagi melihat senyum itu membangunkan aku setiap pagi. Aku takkan lagi mencium pipi lembut itu dengan manja. Tangan halus yang selalu membuatku istimewa dengan masakannya, kini hanya ada dalam memory.
Hanya bait do’a yang dibalut dengan surah cinta yang bisa ku ungkapkan untukmu, mama. Semoga lirih ayat-ayat cinta yang kirimkan untukmu selalu mengalirkan rasa cintaku padamu. Rasa rindu ini ku titipkan pada Tuhan agar senantiasa sampai kepadamu. Tuhan boleh mengambil jasadmu, tapi kasihmu tak pernah mati dan aku merasa kau selalu berada dekat denganku.

SELAMAT HARI IBU untuk seluruh wanita Indonesia

Aku Gagal Menjadi Mahasiswa Kimia


Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah mata pelajaran yang paling ku senangi sejak aku duduk di sekolah dasar. Begitu sukanya, sebagian besar waktu belajarku banyak ku gunakan untuk membaca dan mengulang-ulang pelajaran IPA. Begitu duduk di bangku MTs, pelajaran IPA terbagi menjadi dua (fisika-biologi), aku semakin menyukainya dan lagi-lagi waktu belajarku banyak ku habiskan untuk mendalami materi fisika-biologi. Padahal ketika itu banyak teman-teman yang tidak menyukainya karena gurunya membosankan. Tapi tidak bagiku. Aku asyik sendiri dengan materi fisika dan biologi, tak peduli siapa gurunya. Bersama dua sejoli itu –fisika dan biologi- aku merasa dekat dengan alam semesta hingga partikel penyusunnya yang terkecil (dalam istilah fisika) dan sel penyusun makhluk hidup (dalam istilah biologi).
Ada sesuatu yang begitu berkesan ketika membaca tentang fisika, khususnya yang berkaitan dengan tata surya. Rasanya seperti telah menjelajah seluruh planet di jagat raya. Begitu juga dengan biologi yang khas dengan bahasa-bahasa latinnya, aku sangat suka melafalkannya dan memuatnya menjadi kamus kecil yang entah sekarang ada dimana.
Setelah berada di MA, ternyata ada satu lagi sub mata pelajaran IPA yaitu kimia. Tadinya yang ku dengar dari beberapa kakak kelas, kimia adalah pelajaran yang sangat sulit dan rumit. Setelah dijalani, ternyata tidak  sesulit yang kubayangkan. Aku malah JATUH CINTA dengan kimia. Fisika dan biologi yang selama ini selalu menarik perhatianku saja kalah. Setelah di MA fisika menjadi sangat menakutkan, hitungan dan rumusnya terlalu banyak, hamper tidak ada definisi karena semuanya ditulis dalam bentuk symbol dan aksioma. Biologi yang juga begitu ku gemari dulunya, sekarang aku justru malas menemaninya, membuka bukunya hanya pada saat ada tugas saja, tugas itupun tidak pernah ku selesaikan sebab gurunya terlalu teks book dalam menilai. Perhatianku beralih ke kimia.
Jika dalam fisika itu hanya ada rumus-rumus dan dalam biologi itu banyak hafalan, kalau kimia keduanya balance. Aku merasa benar-benar cocok dengan kimia.  Ketika memilih jurusan (kelas XI) tentu aku memilih jurusan IPA, alasannya cuma satu, karena aku ingin bertemu lagi dengan kimia. Mempelajari bentuk-bentuk molekul,
Di kelas sebelas, sering ada tawaran mengikuti lomba  dan satu yang begitu ku ingat ketika itu ada seleksi olimpiade sains tingkat SMA. Aaargh, aku sangat berharap dapat mewakili di bidang kimia, tapi apa mau dikata, guru matematika yang sekaligus wali kelasku malah menyuruhku untuk mewakili di bidang matematika. Terpaksa aku mendalami matematika dengan SKS (System Kebut Seminggu). Tapi akhirnya keterpaksaan itu berbuah manis. J
Waktu terus berlalu, ketika aku berada d kelas XII, ketika itulah aku benar-benar merasa ada feel yang sangat kuat dengan kimia (jiaaaaaaah). Masih ingat buku karangan Nana Sutrisna yang setiap hari selalu ku manja, hingga sekarang masih rapi meskipun sering aku buka dan bolak balik. Ikatan benzena yang tak pernah putus,begitu menakjubkan. Sifat koligatif, konstanta beku, konstanta didih, kemolaran, kemolalan. Istilah-istilah itu mungkin telah terlupakan definisinya, tapi telingaku terlalu peka untuk mendengarnya.
Ketika sudah saatnya aku memilih jurusan diperkuliahan. Tidak begitu serius awalnya, peringkat yang Alhamdulillah selalu bagus dapat mengantarkanku mendapatkan formulir pendaftaran Perguruan Tinggi dengan Cuma-Cuma atau setidaknya dapat potongan harga. mulai dari bidang kesehatan, pendidikan hingga yang mengarah ke tekhnik data diriku telah masuk. Tapi di hatiku, aku berharap bisa terdaftar sebagai mahasiswa Kimia.
Sayangnya ketika mengikuti test , aku gagal. Walaupun sebenarnya masih ada jalur lain yang masih terbuka lebar. Tapi aku tak pernah lagi mengikuti test lain setelah kegagalan itu, bukan karena putus asa. Sulit untuk ku ceritakan dan entah bagaimana Tuhan telah mengaturnya, akupun akhirnya memilih matematika sebagai bidang perkuliahanku.
Sekarang aku telah berada di semester V jurusan Pendidikan Matematika IAIN Antasari. Terkadang ada rasa tak percaya, tapi inilah jalannya. Aku yang tadinya tidak begitu menyukai dunia matematika, akhirnya harus menelan rumus-rumus dan aksioma-aksioma yang rumit. Bahkan hingga sekarang, keinginan menjadi mahasiswa kimia itu masih saja ada dalam angan-angan. Aku terus berusaha mencintai duniaku, realistis saja, inilah yang akan ku hadapi dan mungkin belum kurasakan hikmahnya yang pasti ada.
Aku yakin, kimia itu tidak menyenangkan dengan sendirinya. Tapi karena di awali rasa suka dan ingin mengenal itulah yang membuatnya menyenangkan. Begitulah aku ingin membuat matematika yang kini aku geluti menjadi asyik.
“boleh jadi, apa yang kamu sukai itu teramat buruk untukmu, dan boleh jadi apa yang kamu benci itu sebenarnya sangat baik untukmu. Maka cintai dan bencilah sesuatu itu apa adanya”

Minggu, 18 Desember 2011

aku terpaksa menikahinya


Bismillah, Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.
Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!
Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”
Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.
Sumber
http://bundaiin.blogdetik.com/2011/10/07/kisah-inspirasi-untuk-para-istri-dan-suami/