Sabtu, 07 Januari 2012

Menengok Pesona Martapura dikala Senja


Ada Sunset
 
Jenuh dengan tugas-tugas pra-final, aku mencoba mencari tempat refreshing yang murah, dekat dan alami. Jum’at, 6 januari 2011 lalu akupun pergi menuju desa Pekauman, Martapura. Memang aku tak pernah mendengar ada objek wisata disana. Tapi entah kenapa, hati ini memilih tempat itu untuk jalan-jalan soreku ketika itu. Awalnya aku sempat membatalkan rencana ini karena tidak ada teman yang bisa diajak kesana. Kalau sendiri rasanya kurang asyik, karena pasti tidak percaya diri untuk narsist berfoto-foto. Hihiii.
Tepat pukul 05.55 wita aku berangkat dari rumahku di jalan Pintu Air dengan menggunakan kendaraan bermotor (punya papa, wkwkk). Aku memilih melintasi jalan Tanjung Rema sebab sebagai jalur alternative ku pikir jalan Tanjung Rema lebih aman dari razia polisi. Maklum, aku belum punya SIM dan STNK pun aku tidak membawa. Meskipun jalan Tanjung Rema ini merupakan jalur alternative, tapi tak lantas membuat jalan ini sepi dari para pengemudi jalan. Jalan ini malah lebih padat dibanding jalan raya karena jalan ini dipilih juga oleh mereka para pengendara sepeda yang rata-rata adalah santri Pondok Pesantren Darussalam yang beranjak pulang.
Berlalu dari ruas jalan Tanjung Rema, aku tetap harus melewati jalan Raya setidaknya 200 meter untuk menyeberang. Dan betapa kagetnya aku, tepat didepan alun-alun Ratu Zalekha, ada sedikitnya 10 orang polisi dari Satlantas yang sedang berjaga disana. Dari jauh aku tidak melihat mereka, maka tidak ada jalan lain selain melintasi area penjagaan mereka. Saat itu kupikir aku takkan lolos dan parahnya, aku tidak bawa uang jika nantinya memang kena razia. Dengan pelan ku lalui mereka, benar-benar gugup. Tapi ahh,, itu hanya beberapa detik dan mereka hanya membiarkan aku. Huuuuufth. Setelah itu aku langsung mencari jalur alternative karena takut akan ada polisi lagi yang berjaga.
Aku membelokkan motorku ke jalan P. Hidayatullah (samping mahligai Sultan Adam, Mtp), sampai di ujung jalan tepatnya di pertigaan jalan P. Abdurrahman, aku berbelok ke kanan melalui daerah Keraton dan Pasayangan. Kalau mau melihat kota tuanya Martapura, daerah sinilah tempatnya. Disini masih banyak rumah-rumah zaman dulu meski ada juga yang di rehab. Penduduk asli juga banyak bermukim di daerah ini. Suasana religinya juga sangat pekat, selain karena wilayahnya yang berdekatan dengan mesjid Al-Karomah –mesjid Agung kota Martapura– disini juga sering diadakan pengajian rutin walaupun tidak begitu pamor seperti pengajian Syekh Muhammad Zaini Ghani (Alm) di Sekumpul atau pengajian guru Wildan di Tanjung Rema.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 10 menit, aku tiba di desa Pekauman Ilir kecamatan Martapura Timur. Disisi kiri, yang terlihat adalah hamparan sawah yang luas. Sedang disisi kanan, pemukiman penduduk. Saat itu ternyata air sedang pasang sehingga sawah yang luas itu tergenang air menyerupai danau yang begitu luas sejauh mata memandang. Disinilah rencananya aku akan melihat sunset. Tadinya aku fikir, tempat ini agak sepi, tapi sore itu desa Pekauman sangat ramai. Banyak lalu lalang kendaraan bermotor dan pejalan kaki, juga anak-anak yang tengah bermain di pinggiran jalan. Aku terus  menyusuri jalan itu, sambil mencari tempat yang strategis untuk memberhentikan motorku.
Di sisi jalan, banyak juga anak muda yang duduk-duduk menikmati suasana sore bersama teman-teman. Di tepi jalan itu juga banyak warga yang memanfaatka air pasang untuk mencari ikan. Katanya, disini banyak ikan papuyu. Wkwkk.. Awalnya ku kira mereka adalah penduduk setempat yang mencari ikan karena kebutuhan, tapi ternyata banyak juga pengunjung luar daerah yang sengaja kesini bahkan membawa rombongan untuk memancing sambil menyaksikan matahari terbenam. Lain kali kalau kesini lagi aku akan membawa kail untuk  fishing.
Setelah menemukan tempat yang strategis, akupun berhenti dan langsung hunting foto sunset disana. Melihat matahari terbenam ternyata tidak harus ke pantai atau ke gunung, disawah pun tak kalah indahnya. Akses jalan kesini juga sangat nyaman, tak jauh dari kota. Pemandangan ini kembali menyejukkan mata yang telah jenuh terus-menerus menatap layar notebook lengkap beserta tugas-tugas kuliah. Hemmm.. mataku memang harus sering-sering dimanja dengan pemandangan-pemandangan seperti ini.
Hanya sekitar 15 menit saja aku disana karena hari sudah kian senja. Sebelum pulang, aku mampir dulu di desa pasayangan yang ada di pinggir sungai. Disana adalah pemukiman yang penduduknya lumayan padat. Di seberangnya adalah desa Kampung Melayu. Selain di huni penduduk asli, pasayangan juga di huni oleh pendatang. Mereka adalah para santri Pondok Pesantren Darussalam yang berasal dari luar Martapura. Beberapa meter memasuki daerah itu, aku tiba di sebuah pondokan tepat di bibir sungai. Akupun singgah disitu, menikmati sejenak tempat yang biasanya menjadi tempat paling ramai di Martapura ketika malam lebaran, karena pada saat itu mereka –penduduk Pasayangan dan Kampung Melayu– bersaing menembakkan meriam (buat main-main).
Suara handphone berdering tanda panggilan dari si empunya kendaraan (papa) yang menyuruhku untuk segera pulang. Akupun harus mengakhiri perjalanan refreshing singkat kali ini. Walaupun sebentar, tapi ada sedikit kepuasan karena bisa jalan-jalan menikmati panorama yang indah, bisanya kalau pulang kampung kerjaanku hanya “hibernasi” didalam rumah. Heheheee… berharap refreshing kilat ini bisa menjernihkan pikiran agar siap dipakai dan dikuras lagi untuk final semester ini. amiiiiiiiiiiin