Selasa, 20 Desember 2011

Aku Gagal Menjadi Mahasiswa Kimia


Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah mata pelajaran yang paling ku senangi sejak aku duduk di sekolah dasar. Begitu sukanya, sebagian besar waktu belajarku banyak ku gunakan untuk membaca dan mengulang-ulang pelajaran IPA. Begitu duduk di bangku MTs, pelajaran IPA terbagi menjadi dua (fisika-biologi), aku semakin menyukainya dan lagi-lagi waktu belajarku banyak ku habiskan untuk mendalami materi fisika-biologi. Padahal ketika itu banyak teman-teman yang tidak menyukainya karena gurunya membosankan. Tapi tidak bagiku. Aku asyik sendiri dengan materi fisika dan biologi, tak peduli siapa gurunya. Bersama dua sejoli itu –fisika dan biologi- aku merasa dekat dengan alam semesta hingga partikel penyusunnya yang terkecil (dalam istilah fisika) dan sel penyusun makhluk hidup (dalam istilah biologi).
Ada sesuatu yang begitu berkesan ketika membaca tentang fisika, khususnya yang berkaitan dengan tata surya. Rasanya seperti telah menjelajah seluruh planet di jagat raya. Begitu juga dengan biologi yang khas dengan bahasa-bahasa latinnya, aku sangat suka melafalkannya dan memuatnya menjadi kamus kecil yang entah sekarang ada dimana.
Setelah berada di MA, ternyata ada satu lagi sub mata pelajaran IPA yaitu kimia. Tadinya yang ku dengar dari beberapa kakak kelas, kimia adalah pelajaran yang sangat sulit dan rumit. Setelah dijalani, ternyata tidak  sesulit yang kubayangkan. Aku malah JATUH CINTA dengan kimia. Fisika dan biologi yang selama ini selalu menarik perhatianku saja kalah. Setelah di MA fisika menjadi sangat menakutkan, hitungan dan rumusnya terlalu banyak, hamper tidak ada definisi karena semuanya ditulis dalam bentuk symbol dan aksioma. Biologi yang juga begitu ku gemari dulunya, sekarang aku justru malas menemaninya, membuka bukunya hanya pada saat ada tugas saja, tugas itupun tidak pernah ku selesaikan sebab gurunya terlalu teks book dalam menilai. Perhatianku beralih ke kimia.
Jika dalam fisika itu hanya ada rumus-rumus dan dalam biologi itu banyak hafalan, kalau kimia keduanya balance. Aku merasa benar-benar cocok dengan kimia.  Ketika memilih jurusan (kelas XI) tentu aku memilih jurusan IPA, alasannya cuma satu, karena aku ingin bertemu lagi dengan kimia. Mempelajari bentuk-bentuk molekul,
Di kelas sebelas, sering ada tawaran mengikuti lomba  dan satu yang begitu ku ingat ketika itu ada seleksi olimpiade sains tingkat SMA. Aaargh, aku sangat berharap dapat mewakili di bidang kimia, tapi apa mau dikata, guru matematika yang sekaligus wali kelasku malah menyuruhku untuk mewakili di bidang matematika. Terpaksa aku mendalami matematika dengan SKS (System Kebut Seminggu). Tapi akhirnya keterpaksaan itu berbuah manis. J
Waktu terus berlalu, ketika aku berada d kelas XII, ketika itulah aku benar-benar merasa ada feel yang sangat kuat dengan kimia (jiaaaaaaah). Masih ingat buku karangan Nana Sutrisna yang setiap hari selalu ku manja, hingga sekarang masih rapi meskipun sering aku buka dan bolak balik. Ikatan benzena yang tak pernah putus,begitu menakjubkan. Sifat koligatif, konstanta beku, konstanta didih, kemolaran, kemolalan. Istilah-istilah itu mungkin telah terlupakan definisinya, tapi telingaku terlalu peka untuk mendengarnya.
Ketika sudah saatnya aku memilih jurusan diperkuliahan. Tidak begitu serius awalnya, peringkat yang Alhamdulillah selalu bagus dapat mengantarkanku mendapatkan formulir pendaftaran Perguruan Tinggi dengan Cuma-Cuma atau setidaknya dapat potongan harga. mulai dari bidang kesehatan, pendidikan hingga yang mengarah ke tekhnik data diriku telah masuk. Tapi di hatiku, aku berharap bisa terdaftar sebagai mahasiswa Kimia.
Sayangnya ketika mengikuti test , aku gagal. Walaupun sebenarnya masih ada jalur lain yang masih terbuka lebar. Tapi aku tak pernah lagi mengikuti test lain setelah kegagalan itu, bukan karena putus asa. Sulit untuk ku ceritakan dan entah bagaimana Tuhan telah mengaturnya, akupun akhirnya memilih matematika sebagai bidang perkuliahanku.
Sekarang aku telah berada di semester V jurusan Pendidikan Matematika IAIN Antasari. Terkadang ada rasa tak percaya, tapi inilah jalannya. Aku yang tadinya tidak begitu menyukai dunia matematika, akhirnya harus menelan rumus-rumus dan aksioma-aksioma yang rumit. Bahkan hingga sekarang, keinginan menjadi mahasiswa kimia itu masih saja ada dalam angan-angan. Aku terus berusaha mencintai duniaku, realistis saja, inilah yang akan ku hadapi dan mungkin belum kurasakan hikmahnya yang pasti ada.
Aku yakin, kimia itu tidak menyenangkan dengan sendirinya. Tapi karena di awali rasa suka dan ingin mengenal itulah yang membuatnya menyenangkan. Begitulah aku ingin membuat matematika yang kini aku geluti menjadi asyik.
“boleh jadi, apa yang kamu sukai itu teramat buruk untukmu, dan boleh jadi apa yang kamu benci itu sebenarnya sangat baik untukmu. Maka cintai dan bencilah sesuatu itu apa adanya”

2 komentar:

  1. TUlisan sekaliber ini nih yg ga bisa ditampilkan oleh Admin MartabakGoreng Blog
    coz kata2 kelass berat yang begitu mendayu2 mengisi pikiran pembacax....#aseeek

    BalasHapus